Sunday, October 14, 2018

Cerpen "Pelangi di Ujung Mimpi"




PELANGI DI UJUNG MIMPI

 
            Senja sore ini terasa indah dengan berpadu gelutan ombak dan semilir angin yang menyapa pengunjung di Pantai  ini. Pantai ini kerap kali menghanyutkan pengunjung dengan pemandangan yang indah, nyiur yang melambai serta deburan ombak yang relatif kecil di seberang teluk yang menghantam bukit. Nampak pula hilir mudik pengunjung dan pedagang aneka jajanan dan pernak-pernik khas di pantai tersebut. Tampak juga para nelayan yang siap memanen ikan dan memasarkan di tempat pelelangan ikan di Prigi tersebut. Selain itu banyak pula orang-orang yang ramai berlalu lalang berjualan koran bagi para pengunjung di sekitar pantai. Salah satunya Ridho.
            Ridho merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Putra dari Pak Hera yang berprofesi sebagai nelayan ini mempunyai kakak sulung yang bernama Han yang sehari-hari membantu ayahnya menangkap ikan di laut dan kakak kedua Ridho, Dina bekerja sebagai guru honorer di salah satu sekolah dasar. Ibu Ridho, Aminah hilang dan entah kemana tidak diketahui keberadaanya. Ibunya hilang saat Rido tengah berusia sembilan tahun. Ketika itu beliau bekerja di luar negeri sebagai TKW. Menurut kabar yang beredar, ibunya sudah meninggal dibunuh majikannya dan namun sampai 7 tahun ini jasadnya belum juga dikirim ke tanah air. Namun Ridho tetap kekeh dan percaya bahwa ibunya masih hidup. Dengan terpaksa ekonomi keluarga semakin menipis.
            Sehari-hari remaja usia 16 tahun yang sedang duduk di bangku SMA ini setiap hari telaten menyapa dan menawari pembeli agar jajakan korannya laku di tempat kunjungan wisatawan tersebut. Memang tak mudah untuk remaja seusianya  itu yang seharusnya sepulang sekolah ia isi dengan menghabiskan waktu berkmpul dengan kawan sebayanya dan malah ia gunakan untuk mendukung ekonomi keluarganya.
            Hari itu suara ayam berkokok meliputi dinginnya fajar kali ini.Dengan langkah lesu ia lekas menuju kamar mandi nya yang bertembok bambu itu untuk lekas mandi dan melakukan ibadah.Selepas itu ia harus bersiap-siap pergi ke sekolah usai menyiapkan sarapan utuk keluarganya.Dinginnya kabut menuntunnya untuk mengayuh sepedah tua milik ayahnya menuju sekolah yang cukup jauh dari rumah kecilnya itu.
            Sesampainya di sekolah ia lekas menemui sahabatnya Rifki. ”Hai Rif,nanti jadi kan ikut ayahku ke laut untuk mencari ikan?” tanya Ridho kepada sahabat karib sejak kecilnya itu. Ya mereka memang berencana untuk ikut ayah Ridho mencari ikan di laut saat malam hari. ”Ah enggak jadi Dho, ibuku melarangku soalnya berbahaya, lagipula besok kan sekolah,” ucap Rifki. ”Hm ya sudah kapan-kapan saja ya!Lagipula kamu beruntung banget sih punya ibu yang selalu ada untuk mengingatkanmu,” sambung Ridho sembari memaklumi keadaan sahabatnya. ”Hei Bu Mitha datang,” ucap salah satu teman Ridho yang berlari masuk ke kelas karena melihat kedatangan guru fisikanya itu.
            “Hidup itu merupakan perjalanan untuk meraih mimpi.Mimpi itu awal dari cita-cita yang mengantar kita menuju dunia.Bermimpilah setinggi langit ya anak-anakku,siapa tau kalian bisa membanggakan ayah dan ibumu ,” perkataan ibu dulu selalu terngiang dalam ingatan Ridho, bahkan saat sela-sela pelajaran fisika itu.”Ridho,kenapa kamu melamun terus dari tadi? Ibu menjelaskan apa tadi?”gertak Bu Mita yang seakan membuat lamunan Ridho terbuyar. ”Maaf bu, saya memang kurang konsentrasi hari ini.Sekali lagi minta maaf!” ucap Ridho. “Ya sudah iya ibu maafkan. Lain kali jangan diulang lagi!” ucap Bu Mita kemudian kembali melajutkan menulis materi di papan tulis.Namun ia berbalik lagi dan membuat Ridho terkejut. ”Ridho, nanti temui ibu saat jam istirahat ya,”ucap bu Mitha.”Iya bu,” sahut si Ridho.”Hayo, kena hukuman loo!”bisik Rifki yang membuat Ridho semakin panik.
            Kring kring. Bel istirahat berbunyi. ”Permisi, Assalamualaikum, bu Mita nya ada?” ucap Ridho sembari melangkahkan kaki kecilnya untuk masuk ke dalam kantor guru.”Eh Ridho, mari masuk sini duduk di kursi depan ibu” ucap Bu Mitha dari belakang Ridho.Kemudian sambil diliputi perasaan bersalah tadi,  Ridho menuju kursi Bu Mitha.”Begini Dho, ini ibu tadi disuruh bapak kepala sekolah untuk mengajak kamu mengikuti olimpiade sains di tingkat kabupaten mata pelajaran fisika.Ibu lihat kamu pandai sekali. Kamu mau kan? Pelaksanaannya cukup mendadak sih, yaitu lusa. Kamu siap kan?”’ucap Bu Mitha.Ridho masih termenung iya ingat betuul bahwa ia akan membantu ayahnya menangkap ikan di laut untuk malam ini.”Ya sudah ibu yakin kalau kamu pasti bersedia. Oke pagi lusa  ya hadir di skolah lebih awal.”ucap Bu Mitha. “Iya bu saya usahakan”sahut Ridho.
            Saat kembali ke kelas,Ridho langsung menemui sahabat karibnya itu untuk berbagi cerita bahagia.”Rifki, aku mau ikut olimpiade fisika loh! ”ujar Ridho dengan raut senyuman manis yang masih mengembang di pipi lesungnya.”Oh yaudah terus kenapa, mau pamer ke aku? Sombong amat sih! ”pelengos Rifki tak peduli akan apa yang baru dikatakan sahabtnya iru. Maklum Rifki juga anak yang pandai, ia juga ingin sekali ikut olimpiade fisika, namun kenyatannya yang dipilih saat ini adalah sahabat karibnya sendiri. Ridho pun lantas merasa bersalah tapi mau bagaimana lagi.
            Dengan langkah gembira ia menuju ke rumah, mengayuh sepedanya menuju rumah sebelum ia berjualan koran.Ya,dia ingin memberikan kabar gembira ini kepada ayah dan kedua kakaknya. Di tengah perjalanan ia mendapati Rifa, putri dari juragan koran nya.Ia terlihat duduk termenung di sebuah batu karang besar di pinggir pantai.”Rif!”sapa Ridho dari belakang Rifa. Rifa lantas terkejut atas kedatangan Ridho.”Eh Ridho,kamu ngapain kesini?Mau jualan koran ya? Mana korannya? ”tanya Rifa.”Duh pertanyaan kamu kok beruntun ya,jadi bingung mau jawab yang mana dulu”. Rifa hanya terkekeh mendengar ucapan Ridho.”Aku kesini itu Cuma mau ngelihat kamu ngapain sendirian disini.Kalau ada masalah cerita dong!”ucap Ridho.”Enggak kok,aku cuma lagi mandang indahnya pantai ini.Semilir angin dan suara ombaknya begitu menyejukkan hati tatkala aku sedang ingin menyendiri”ucap Rifa.”Waduh sok puitis amat sih hehe!”sahut Ridho lantas kembali menuju sepedanya.”Aku pulang dulu ya,ditungguin ayah!”. Tanpa menunggu jawaban dari Rifa, Ridho langsung mengayuh sepeda tua nya itu untuk menemui ayahnya.
            “Ayah, Kak Han,Kak Dina! ”teriak Rido dari teras rumah. Semua lantas tergupuh-gupuh mendengar teriakan Ridho.”Ada apa sih dek?” tanya Kak Dina.”Kak aku akan ikut olimpiade fisika di kabupaten besok lusa!”. Ayah langsung terkejut tatkala merasa bangga anaknys dipercaya untuk mewakili sekolahnya.”Akhirnya anakku, ayah bangga kepadamu, ”ucap sang ayah sambil memeluk Ridho dengan meneteskan air mata haru.”Yaudah yah, Rido mau mandi dan siap-siap jualan koran terus langsung ikut ayah melaut nanti malam!”ucap Ridho bersemangat.”Tunggu! Kamu belajar saja di rumah, ayah akan melaut bersama Kak Han saja, dan kamu di rumah belajar sama kak Dina saja ya!” ucap ayah kepada putra semata wayangnya itu. Tanpa menjawab apa apa ia langsung menyetujui perkataan ayahnya itu.
            Di tengah teriknya matahari Ridho berkeliling pantai untuk menjajakan korannya itu. Satu per satu koran luamyan terjual untuk hari ini.Memang pengunjung di hari ini cukup ramai. Wahana taman bermain juga banyak dikerumuni anak anak kecil yang tentu orang tua mereka banyak yang duduk jenuh menunggu putra putri mereka. Hal itu kerap kali dipergunakan Ridho untuk menawari mereka agar koran Ridho terjual. Keindahan pantai dan laut elok memang layak disuguhkan  para wisatawan lokal maupun non lokal.Hingga suatu hari Ridho pulang dengan bahagia membawa banyak uang.
            Di ruang keluarga, ia menemui kak dina dan menanyakan kemana kakak dan ayahnya pergi karena rumah nampa sepi. ”Kak ayah sudah berangkat ya?”tanya Rido sembari mengusap keringat yang bercucuran di dahi nya.”Iya dek, baru aja. Oh iya ayah titip pesan sama kamu,kamu harus rajin belajar ya siapa tau kamu bisa menjadi orang sukses supaya bisa menjadi kebanggan kami semua.Itu pesan ayah!”ucap Kak Dina.”Siap bos. Yaudah Ridho mau mandi dulu. Udah bau banget nih!”ucap Ridho. Remaja manis itu kemudian belajar dan tidur setelah membersihkan badan.
            “Ridho bangun,bangun cepat.Ayo ikut kakak!”teriak kak Dina panik dan menangis terisak-isak pukul 04.00 WIB dini hari. Sontak membuat Ridho melompat dari kasurnya.”Ada apa sih kak ganggu orang tidur aja deh! Ridho lagi mimpi ayah dapet ikan tongkol banyak nih,”ucap Ridho sambil meringis namun tidak terhiraukan oleh kakaknya itu. ”Ayah dek , ayah!” ucap Kak Dina sambi tersedu-sedu.”Ayah kenapa sih kak?”tanya Ridho yang semakin penasaran dan khawatir. “Ayah sama kak Han  tenggelam di laut kata warga sekitar pantai. ” ucap Kak Dina.”Ya ampun kak, ayo kita pergi ke pantai!” Air mata bocah itu serasa tidak bisa lagi dielakkan.Ia langsung saja menarik tangan kakakya dan langsung menuju pantai.
Nampak kerumunan warga terhadap satu orang yang tergeletak di pinggir pantai.Sontak mereka langsung menghampiri kerumuman itu. Ternyata ada sosok laki-laki yang terbaring lemah lesu di pinggiran pantai itu. ”Dia masih hidup,”teriak salah seorang warga setelah memegang denyut nadi dan nafas orang tersebut.”Itu Kakak!”teriak Ridho lantas membuat kerumunan itu memandangnya. ”Kakak!” Ridho langsung berlari kemudian memeluk seseorang itu. Namun apa daya sang kakak masih lemah. Kemudian beberapa orang mengantar Han menuju rumahnya.
Kakak Ridho masih terbaring tak berdaya dan seakan trauma masih menyelimutinya. Ridho segera mengambil segelas teh hangat untuk kakaknya.”Ayah,ayah”. Ya hanya satu nama itu yang selalu terucap dari mulut sang kakak.”Ayah dimana kak?” tanya Kak Dina sambil menitihkan air mata sembari terisak-isak.”Ayah ayah,”tetap muncul kalimat itu.Sampai keeseokan paginya Kakak Ridho sudah siap untuk menceriatakan hal yang dialaminya semalam.”Semalam ada badai besar yang menggelamkan perahu kami. Dan ayah ikut tenggelam dan sekarang tidak tahu kemana,”ucap Kak sambil menitihkan air mata. Semua hanya pasrah terhadap keputusan dan takdir tuhan. Dengan segenap hati mereka harus rela hidup sebagai yatim piatu.
Di siang yang terik, Ridho mengayuh sepedanya menuju sekolah. Ia menemui guru nya di sekolah. Ia sadar bahwa ia tadi lupa belum meminta izin untuk tidak masuk sekolah kepada gurunya. Ia juga memutuskan untuk membatalkan olimpiade nya besok.”Assalamualaikum bu,”di bslik pintu kantor muncul sosok Ridho. ”Eh Ridho sini masuk nak!”sambut Bu Mitha dengan senyuman.”Begini bu,Ridho mau mengundurkan diri untuk mengikuti olimpiade itu bu, pikiran ridho masih kacau balau semenjak ayah meninggal dunia”ucap Ridho yang sebenarnya tidak rela posisinya hilang begitu saja.”Ya ampun kenapa Ridho?Yaudah ibu akan megganti kamu dengan Rifki ya,”ucap Bu Mitha dengan tegas.Sebenarnya Ridho tidak tega memberikan posisi ini kepada rifki walaupun ia sahabtnya.Namun mau bagaimana lagi dia  takut akan mengecewakan  sekolahnya.
Dengan langkah tegap ia menyusuri pantai yang saat itu lumayan sepi pengunjung.Ia melangkah terus melangkah seperti tidak tahu arah.Tiba-tiba ia terngiang sosok ayahnya di pikiran nya itu .”Kamu harus mampu menjadi kebanggan kami semua!”pesan terakhir ayahnya  itu memang membekas dalam inagat n Ridho yang semakin jauh.”Astaga kali ini aku benar-benar ngecewain ayah”. Sesegera ia langsung mengayuh sepedanya  pergi menemui Bu Mitha kembali untuk mengurungkan niatnya tadi.
Pada saat perjalanan pulang , ia mampir terlebih dahulu ke rumah Rifki untuk mengantar gaji nya berjualan koran. Di rumah sahabatnya itu,Ridho melihat Rifki sedang asyik dengan buku-buku fisikanya.Dengan telaten sahabatnya itu membolak balik lembar demi lembar isi buku.Ridho jadi tidak tega kalau menyuruh sahabatnya mengundurkan diri untuk ikut olimpiade menggantikannya. Namun Ridho juga tidak bisa menghindari amanah dari ayahnya. Dengan terpaksa ia tidak jadi menemui sahabtnya itu.Ia lebih memiih untuk menemui bu Mitha di kediamannya.
Terlihat bu mitha sedang menyiram bunga anggrek yang berjejer rapi di halaman rumahnya. Dengan anggun beliau memotong satu per sau daun yang sudah agak layu termakan ulat. Tak sengaja pandangan beliau tertuju kepada Ridho yang sedang berjalan menemuinya.”Eh Ridho, tumben main kesini. Ada apa, Nak? ”ucap Bu Mitha. ”Ini bu, saya mau minta tolong sesuatu”. Tak lama kemudian Bu mitha mempersilahkan Ridho untuk duduk dan mengambilkannya secangkir teh panas untuk Ridho. Lantas tak lama kemudian Ridho menceritakan perihal kedatangannya untuk mengikuti kembali olimpiade itu. Karena bu Mitha sangat bergantung kepada kecerdasan yang dimiliki Ridho, beliau mengizinkan kembali Ridho untuk mengikuti olimpiade itu dan mengundurkan Rifki dari oimpiade itu. Ridho sangat kasihan melihat impian sahabatnya pupus.Namun ia juga tidak bisa membiarkan harapan ayahnya tewas begitu saja.
Selepas itu pula, selagi mentari belum tergelincir di ufuk barat, Ridho kembali menemui sahabat karibnya itu untuk memberi informasi. ”Rifki maaf ya aku tidak jadi mengundurkan diri dari olimipiade itu,” ucap Ridho setengah bersalah.”Apa? Jadi kamu mau bilang kalau aku tidak jadi menggantikanmu mengikuti olimpiade itu karena kamu? Sahabat macam apa sih kamu itu?”ucap Rifki sembari mendorong Ridho hingga akhirnya membuat Ridho terjatuh dari tangga di depan teras rumah Rifki dan membuat Ridho merasa kesakitan di bagian kakinya. Bu Mita yang saat itu pula lewat di depan rumah Rifki, langsung membawa Ridho ke rumah sakit terdekat.
Menurut dokter,  Ridho ternyata tidak bisa berjalan selama satu minggu. Sontak itu membuat Ridho terkejut dan menangis karena besok ia harus mengikuti olimpiade.Rifki yang hanya cegingisan entah dia merasa bersalah atau tidak . ”Ridho kamu tidak apa apa?”ucap Kak Dina tergopoh saat menemui adiknya terbaring di rumah sakit. ”Enggak kok kak, ini Cuma jatuh doang, ”Ridho memang tidak mau menyalahkan siapa pun.”Begini, kata pak kepala sekolah mengirim dua perwakilan juga boleh, dan saya mengusulkan untuk mengirim Rifki dan Ridho ke kabupaten untuk ikut olimpiade”,ucap Bu Mitha melegakan Ridho, namun tidak dengan Rifki.”Loh bu kaki si Ridho kan ngak bisa jalan, mana boleh?”sela Rifki.”Boleh saja sih, tapi Ridho kan tidak punya alat bantu buat berjalan kesana,”ucap Bu Mitha.”Tunggu bu, ini saya punya sedikit uang hasil gaji saya kemarin, mungkin seluruhnya cukup untuk membeli tongkat jalan untuk Ridho,”ucap Kak Dina sembari mengeluarkan uangnya yang sedikit untuk membeli tongkat untuk adik kesayangannya agar ia bisa mengikuti olimpiade.Saat itu pula semua masalah terselesaikan.
Keesokan harinya Ridho bersiap siap menuju sekolah untuk segera menemui bu Mitha dan segera berangkat ke kabupaten.Sesampainya disana Rifki dan Ridho mengerjakan soal soal olimpiade dengan sungguh sungguh. Hingga akhirnya pengumuman tiba dan Ridho mendapatkan juara pertama. Tak henti hentinya Ridho mengucap syukur kepada tuahn atas segala pencapaiannya.”Ayah lihat kan aku sudah bisa membanggkana ayah!”ucap Ridho sembari menitihkan air mata bahagia.
Perlombaan demi perlombaan pun ia raih juaranya mulai dari tingkat provinsi nasional bahkan sampai tingkat Asia. Sewaktu lomba di Singapura ,ia berjalan jalan sembari menunggu esok.Di pertigaan jalan di Singapura ia melihat seorang wanita berpakaian compang-camping.Ridho berniat menghampirinya dan memberikannya sedikit uang.”Permisi bu, ini ada sedikit rezeki buat ibu!”ucap Ridho sembari memgang bahu kanan ibu itu berharap dia mau menoleh ke belakang,ke arahnya. Saat ibu itu menoleh, ia langsung memeluk Ridho erat-erat.”Ridho!”ucap Ibu itu sembari menitihkan air matanya.”Ibu!”ya itu adalah ibu ridho yang telah lama menghilang tanpa kabar di perantauannya. ”Ibu mau pulang ke Indonesia tapi ibu sudah dibuang oleh majikan ibu dan tidak memiliki uang untuk kembali menemui kamu,Nak. Ayah sama kakak kakak sehat saja kan?”ujar Bu Aminah. ”Ayah sudah meninggal bu beliau tenggelam saat melaut,”ucap Ridho kembali menitihkan air mata dan ibuya juga merasakan kesedihan yang mendalam sepeti apa yang dialami putranya itu.”Ya sudah ibu ikut Ridho pulang ke Indonesia,ya!”ajak Ridho sembari menarik tangan ibu nya menuju mobil.Namun tiba-tiba ibu nya mengenhtikan langkahnya.”Tidak Nak,ibu malu utnuk pulang!”ucap Bu Aminah.”Ayolah bu,buat apa malu.Disana ibu bisa mengurus Ridho dan kakak kakak kan,”ujar Ridho.Ibu nya hanya menganggukkan kepala dan menunujukkan raut wajah bahagia.
Hari demi hari setiap perlombaan ia lalui bersama dampingan ibunya.Ia lalui bersama semangat dan doa dari ibunya. Hingga akhirnya mereka hidup bahagia di tanah air bersama sama.


Kampak,13 Mei 2018
                                                                                                                                                                             Fitriana Nurochmatul Hidayah


1 comment: