Senja sore ini terasa indah dengan
berpadu gelutan ombak dan semilir angin yang menyapa pengunjung di Pantai
ini. Pantai ini kerap kali menghanyutkan pengunjung dengan pemandangan yang
indah, nyiur yang melambai serta deburan ombak yang relatif kecil di seberang
teluk yang menghantam bukit. Nampak pula hilir mudik pengunjung dan pedagang
aneka jajanan dan pernak-pernik khas di pantai tersebut. Tampak juga para
nelayan yang siap memanen ikan dan memasarkan di tempat pelelangan ikan di Prigi
tersebut. Selain itu banyak pula orang-orang yang ramai berlalu lalang
berjualan koran bagi para pengunjung di sekitar pantai. Salah satunya Ridho.
Ridho merupakan anak bungsu dari dua
bersaudara. Putra dari Pak Hera yang berprofesi sebagai nelayan ini mempunyai
kakak sulung yang bernama Han yang sehari-hari membantu ayahnya menangkap ikan
di laut dan kakak kedua Ridho, Dina bekerja sebagai guru honorer di salah satu
sekolah dasar. Ibu Ridho, Aminah hilang dan entah kemana tidak
diketahui keberadaanya. Ibunya hilang saat Rido tengah berusia sembilan tahun. Ketika
itu beliau bekerja di luar negeri sebagai TKW. Menurut kabar yang beredar, ibunya
sudah meninggal dibunuh majikannya dan namun sampai 7 tahun ini jasadnya belum
juga dikirim ke tanah air. Namun Ridho tetap kekeh dan percaya bahwa ibunya
masih hidup. Dengan terpaksa ekonomi keluarga semakin menipis.
Sehari-hari remaja usia 16 tahun yang
sedang duduk di bangku SMA ini setiap hari telaten menyapa dan menawari pembeli
agar jajakan korannya laku di tempat kunjungan wisatawan tersebut. Memang tak
mudah untuk remaja seusianya itu yang
seharusnya sepulang sekolah ia isi dengan menghabiskan waktu berkmpul dengan
kawan sebayanya dan malah ia gunakan untuk mendukung ekonomi keluarganya.
Hari itu suara ayam berkokok
meliputi dinginnya fajar kali ini.Dengan langkah lesu ia lekas menuju kamar
mandi nya yang bertembok bambu itu untuk lekas mandi dan melakukan ibadah.Selepas
itu ia harus bersiap-siap pergi ke sekolah usai menyiapkan sarapan utuk
keluarganya.Dinginnya kabut menuntunnya untuk mengayuh sepedah tua milik
ayahnya menuju sekolah yang cukup jauh dari rumah kecilnya itu.
Sesampainya di sekolah ia lekas
menemui sahabatnya Rifki. ”Hai Rif,nanti jadi kan ikut ayahku ke laut untuk
mencari ikan?” tanya Ridho kepada sahabat karib sejak kecilnya itu. Ya mereka
memang berencana untuk ikut ayah Ridho mencari ikan di laut saat malam hari. ”Ah
enggak jadi Dho, ibuku melarangku soalnya berbahaya, lagipula besok kan
sekolah,” ucap Rifki. ”Hm ya sudah kapan-kapan saja ya!Lagipula kamu beruntung banget
sih punya ibu yang selalu ada untuk mengingatkanmu,” sambung Ridho sembari
memaklumi keadaan sahabatnya. ”Hei Bu Mitha datang,” ucap salah satu teman
Ridho yang berlari masuk ke kelas karena melihat kedatangan guru fisikanya itu.
“Hidup itu merupakan perjalanan
untuk meraih mimpi.Mimpi itu awal dari cita-cita yang mengantar kita menuju
dunia.Bermimpilah setinggi langit ya anak-anakku,siapa tau kalian bisa
membanggakan ayah dan ibumu ,” perkataan ibu dulu selalu terngiang dalam
ingatan Ridho, bahkan saat sela-sela pelajaran fisika itu.”Ridho,kenapa kamu
melamun terus dari tadi? Ibu menjelaskan apa tadi?”gertak Bu Mita yang seakan
membuat lamunan Ridho terbuyar. ”Maaf bu, saya memang kurang konsentrasi hari
ini.Sekali lagi minta maaf!” ucap Ridho. “Ya sudah iya ibu maafkan. Lain kali
jangan diulang lagi!” ucap Bu Mita kemudian kembali melajutkan menulis materi di
papan tulis.Namun ia berbalik lagi dan membuat Ridho terkejut. ”Ridho, nanti
temui ibu saat jam istirahat ya,”ucap bu Mitha.”Iya bu,” sahut si Ridho.”Hayo, kena
hukuman loo!”bisik Rifki yang membuat Ridho semakin panik.
Kring kring. Bel istirahat berbunyi.
”Permisi, Assalamualaikum, bu Mita nya ada?” ucap Ridho sembari melangkahkan
kaki kecilnya untuk masuk ke dalam kantor guru.”Eh Ridho, mari masuk sini duduk
di kursi depan ibu” ucap Bu Mitha dari belakang Ridho.Kemudian sambil diliputi
perasaan bersalah tadi, Ridho menuju
kursi Bu Mitha.”Begini Dho, ini ibu tadi disuruh bapak kepala sekolah untuk
mengajak kamu mengikuti olimpiade sains di tingkat kabupaten mata pelajaran
fisika.Ibu lihat kamu pandai sekali. Kamu mau kan? Pelaksanaannya cukup mendadak
sih, yaitu lusa. Kamu siap kan?”’ucap Bu Mitha.Ridho masih termenung iya ingat
betuul bahwa ia akan membantu ayahnya menangkap ikan di laut untuk malam ini.”Ya
sudah ibu yakin kalau kamu pasti bersedia. Oke pagi lusa ya hadir di skolah lebih awal.”ucap Bu Mitha.
“Iya bu saya usahakan”sahut Ridho.
Saat kembali ke kelas,Ridho langsung
menemui sahabat karibnya itu untuk berbagi cerita bahagia.”Rifki, aku mau ikut
olimpiade fisika loh! ”ujar Ridho dengan raut senyuman manis yang masih
mengembang di pipi lesungnya.”Oh yaudah terus kenapa, mau pamer ke aku? Sombong
amat sih! ”pelengos Rifki tak peduli akan apa yang baru dikatakan sahabtnya
iru. Maklum Rifki juga anak yang pandai, ia juga ingin sekali ikut olimpiade
fisika, namun kenyatannya yang dipilih saat ini adalah sahabat karibnya
sendiri. Ridho pun lantas merasa bersalah tapi mau bagaimana lagi.
Dengan langkah gembira ia menuju ke
rumah, mengayuh sepedanya menuju rumah sebelum ia berjualan koran.Ya,dia ingin
memberikan kabar gembira ini kepada ayah dan kedua kakaknya. Di tengah
perjalanan ia mendapati Rifa, putri dari juragan koran nya.Ia terlihat duduk
termenung di sebuah batu karang besar di pinggir pantai.”Rif!”sapa Ridho dari
belakang Rifa. Rifa lantas terkejut atas kedatangan Ridho.”Eh Ridho,kamu
ngapain kesini?Mau jualan koran ya? Mana korannya? ”tanya Rifa.”Duh pertanyaan
kamu kok beruntun ya,jadi bingung mau jawab yang mana dulu”. Rifa hanya
terkekeh mendengar ucapan Ridho.”Aku kesini itu Cuma mau ngelihat kamu ngapain
sendirian disini.Kalau ada masalah cerita dong!”ucap Ridho.”Enggak kok,aku cuma
lagi mandang indahnya pantai ini.Semilir angin dan suara ombaknya begitu
menyejukkan hati tatkala aku sedang ingin menyendiri”ucap Rifa.”Waduh sok
puitis amat sih hehe!”sahut Ridho lantas kembali menuju sepedanya.”Aku pulang
dulu ya,ditungguin ayah!”. Tanpa menunggu jawaban dari Rifa, Ridho langsung
mengayuh sepeda tua nya itu untuk menemui ayahnya.
“Ayah, Kak Han,Kak Dina! ”teriak
Rido dari teras rumah. Semua lantas tergupuh-gupuh mendengar teriakan
Ridho.”Ada apa sih dek?” tanya Kak Dina.”Kak aku akan ikut olimpiade fisika di
kabupaten besok lusa!”. Ayah langsung terkejut tatkala merasa bangga anaknys
dipercaya untuk mewakili sekolahnya.”Akhirnya anakku, ayah bangga kepadamu, ”ucap
sang ayah sambil memeluk Ridho dengan meneteskan air mata haru.”Yaudah yah,
Rido mau mandi dan siap-siap jualan koran terus langsung ikut ayah melaut nanti
malam!”ucap Ridho bersemangat.”Tunggu! Kamu belajar saja di rumah, ayah akan
melaut bersama Kak Han saja, dan kamu di rumah belajar sama kak Dina saja ya!” ucap
ayah kepada putra semata wayangnya itu. Tanpa menjawab apa apa ia langsung
menyetujui perkataan ayahnya itu.
Di tengah teriknya matahari Ridho
berkeliling pantai untuk menjajakan korannya itu. Satu per satu koran luamyan
terjual untuk hari ini.Memang pengunjung di hari ini cukup ramai. Wahana taman
bermain juga banyak dikerumuni anak anak kecil yang tentu orang tua mereka
banyak yang duduk jenuh menunggu putra putri mereka. Hal itu kerap kali
dipergunakan Ridho untuk menawari mereka agar koran Ridho terjual. Keindahan
pantai dan laut elok memang layak disuguhkan para wisatawan lokal maupun non lokal.Hingga
suatu hari Ridho pulang dengan bahagia membawa banyak uang.
Di ruang keluarga, ia menemui kak
dina dan menanyakan kemana kakak dan ayahnya pergi karena rumah nampa sepi. ”Kak
ayah sudah berangkat ya?”tanya Rido sembari mengusap keringat yang bercucuran
di dahi nya.”Iya dek, baru aja. Oh iya ayah titip pesan sama kamu,kamu harus
rajin belajar ya siapa tau kamu bisa menjadi orang sukses supaya bisa menjadi
kebanggan kami semua.Itu pesan ayah!”ucap Kak Dina.”Siap bos. Yaudah Ridho mau
mandi dulu. Udah bau banget nih!”ucap Ridho. Remaja manis itu kemudian belajar
dan tidur setelah membersihkan badan.
“Ridho bangun,bangun cepat.Ayo ikut
kakak!”teriak kak Dina panik dan menangis terisak-isak pukul 04.00 WIB dini
hari. Sontak membuat Ridho melompat dari kasurnya.”Ada apa sih kak ganggu orang
tidur aja deh! Ridho lagi mimpi ayah dapet ikan tongkol banyak nih,”ucap Ridho
sambil meringis namun tidak terhiraukan oleh kakaknya itu. ”Ayah dek , ayah!”
ucap Kak Dina sambi tersedu-sedu.”Ayah kenapa sih kak?”tanya Ridho yang semakin
penasaran dan khawatir. “Ayah sama kak Han tenggelam di laut kata warga sekitar pantai. ”
ucap Kak Dina.”Ya ampun kak, ayo kita pergi ke pantai!” Air mata bocah itu
serasa tidak bisa lagi dielakkan.Ia langsung saja menarik tangan kakakya dan
langsung menuju pantai.
Nampak kerumunan warga terhadap satu orang yang
tergeletak di pinggir pantai.Sontak mereka langsung menghampiri kerumuman itu. Ternyata
ada sosok laki-laki yang terbaring lemah lesu di pinggiran pantai itu. ”Dia
masih hidup,”teriak salah seorang warga setelah memegang denyut nadi dan nafas
orang tersebut.”Itu Kakak!”teriak Ridho lantas membuat kerumunan itu
memandangnya. ”Kakak!” Ridho langsung berlari kemudian memeluk seseorang itu. Namun
apa daya sang kakak masih lemah. Kemudian beberapa orang mengantar Han menuju
rumahnya.
Kakak Ridho masih terbaring tak berdaya dan seakan
trauma masih menyelimutinya. Ridho segera mengambil segelas teh hangat untuk
kakaknya.”Ayah,ayah”. Ya hanya satu nama itu yang selalu terucap dari mulut
sang kakak.”Ayah dimana kak?” tanya Kak Dina sambil menitihkan air mata sembari
terisak-isak.”Ayah ayah,”tetap muncul kalimat itu.Sampai keeseokan paginya
Kakak Ridho sudah siap untuk menceriatakan hal yang dialaminya semalam.”Semalam
ada badai besar yang menggelamkan perahu kami. Dan ayah ikut tenggelam dan
sekarang tidak tahu kemana,”ucap Kak sambil menitihkan air mata. Semua hanya
pasrah terhadap keputusan dan takdir tuhan. Dengan segenap hati mereka harus
rela hidup sebagai yatim piatu.
Di siang yang terik, Ridho mengayuh sepedanya menuju
sekolah. Ia menemui guru nya di sekolah. Ia sadar bahwa ia tadi lupa belum meminta
izin untuk tidak masuk sekolah kepada gurunya. Ia juga memutuskan untuk
membatalkan olimpiade nya besok.”Assalamualaikum bu,”di bslik pintu kantor
muncul sosok Ridho. ”Eh Ridho sini masuk nak!”sambut Bu Mitha dengan senyuman.”Begini
bu,Ridho mau mengundurkan diri untuk mengikuti olimpiade itu bu, pikiran ridho masih
kacau balau semenjak ayah meninggal dunia”ucap Ridho yang sebenarnya tidak rela
posisinya hilang begitu saja.”Ya ampun kenapa Ridho?Yaudah ibu akan megganti
kamu dengan Rifki ya,”ucap Bu Mitha dengan tegas.Sebenarnya Ridho tidak tega
memberikan posisi ini kepada rifki walaupun ia sahabtnya.Namun mau bagaimana lagi
dia takut akan mengecewakan sekolahnya.
Dengan langkah tegap ia menyusuri pantai yang saat
itu lumayan sepi pengunjung.Ia melangkah terus melangkah seperti tidak tahu
arah.Tiba-tiba ia terngiang sosok ayahnya di pikiran nya itu .”Kamu harus mampu
menjadi kebanggan kami semua!”pesan terakhir ayahnya itu memang membekas dalam inagat n Ridho yang
semakin jauh.”Astaga kali ini aku benar-benar ngecewain ayah”. Sesegera ia
langsung mengayuh sepedanya pergi
menemui Bu Mitha kembali untuk mengurungkan niatnya tadi.
Pada saat perjalanan pulang , ia mampir terlebih
dahulu ke rumah Rifki untuk mengantar gaji nya berjualan koran. Di rumah sahabatnya
itu,Ridho melihat Rifki sedang asyik dengan buku-buku fisikanya.Dengan telaten
sahabatnya itu membolak balik lembar demi lembar isi buku.Ridho jadi tidak tega
kalau menyuruh sahabatnya mengundurkan diri untuk ikut olimpiade
menggantikannya. Namun Ridho juga tidak bisa menghindari amanah dari ayahnya. Dengan
terpaksa ia tidak jadi menemui sahabtnya itu.Ia lebih memiih untuk menemui bu Mitha
di kediamannya.
Terlihat bu mitha sedang menyiram bunga anggrek yang
berjejer rapi di halaman rumahnya. Dengan anggun beliau memotong satu per sau
daun yang sudah agak layu termakan ulat. Tak sengaja pandangan beliau tertuju
kepada Ridho yang sedang berjalan menemuinya.”Eh Ridho, tumben main kesini. Ada
apa, Nak? ”ucap Bu Mitha. ”Ini bu, saya mau minta tolong sesuatu”. Tak lama
kemudian Bu mitha mempersilahkan Ridho untuk duduk dan mengambilkannya secangkir
teh panas untuk Ridho. Lantas tak lama kemudian Ridho menceritakan perihal
kedatangannya untuk mengikuti kembali olimpiade itu. Karena bu Mitha sangat
bergantung kepada kecerdasan yang dimiliki Ridho, beliau mengizinkan kembali
Ridho untuk mengikuti olimpiade itu dan mengundurkan Rifki dari oimpiade itu. Ridho
sangat kasihan melihat impian sahabatnya pupus.Namun ia juga tidak bisa
membiarkan harapan ayahnya tewas begitu saja.
Selepas itu pula, selagi mentari belum tergelincir
di ufuk barat, Ridho kembali menemui sahabat karibnya itu untuk memberi
informasi. ”Rifki maaf ya aku tidak jadi mengundurkan diri dari olimipiade
itu,” ucap Ridho setengah bersalah.”Apa? Jadi kamu mau bilang kalau aku tidak
jadi menggantikanmu mengikuti olimpiade itu karena kamu? Sahabat macam apa sih
kamu itu?”ucap Rifki sembari mendorong Ridho hingga akhirnya membuat Ridho
terjatuh dari tangga di depan teras rumah Rifki dan membuat Ridho merasa
kesakitan di bagian kakinya. Bu Mita yang saat itu pula lewat di depan rumah
Rifki, langsung membawa Ridho ke rumah sakit terdekat.
Menurut dokter,
Ridho ternyata tidak bisa berjalan selama satu minggu. Sontak itu membuat
Ridho terkejut dan menangis karena besok ia harus mengikuti olimpiade.Rifki
yang hanya cegingisan entah dia merasa bersalah atau tidak . ”Ridho kamu tidak
apa apa?”ucap Kak Dina tergopoh saat menemui adiknya terbaring di rumah sakit. ”Enggak
kok kak, ini Cuma jatuh doang, ”Ridho memang tidak mau menyalahkan siapa
pun.”Begini, kata pak kepala sekolah mengirim dua perwakilan juga boleh, dan
saya mengusulkan untuk mengirim Rifki dan Ridho ke kabupaten untuk ikut
olimpiade”,ucap Bu Mitha melegakan Ridho, namun tidak dengan Rifki.”Loh bu kaki
si Ridho kan ngak bisa jalan, mana boleh?”sela Rifki.”Boleh saja sih, tapi
Ridho kan tidak punya alat bantu buat berjalan kesana,”ucap Bu Mitha.”Tunggu
bu, ini saya punya sedikit uang hasil gaji saya kemarin, mungkin seluruhnya
cukup untuk membeli tongkat jalan untuk Ridho,”ucap Kak Dina sembari
mengeluarkan uangnya yang sedikit untuk membeli tongkat untuk adik
kesayangannya agar ia bisa mengikuti olimpiade.Saat itu pula semua masalah
terselesaikan.
Keesokan harinya Ridho bersiap siap menuju sekolah untuk
segera menemui bu Mitha dan segera berangkat ke kabupaten.Sesampainya disana
Rifki dan Ridho mengerjakan soal soal olimpiade dengan sungguh sungguh. Hingga
akhirnya pengumuman tiba dan Ridho mendapatkan juara pertama. Tak henti
hentinya Ridho mengucap syukur kepada tuahn atas segala pencapaiannya.”Ayah
lihat kan aku sudah bisa membanggkana ayah!”ucap Ridho sembari menitihkan air
mata bahagia.
Perlombaan demi perlombaan pun ia raih juaranya
mulai dari tingkat provinsi nasional bahkan sampai tingkat Asia. Sewaktu lomba
di Singapura ,ia berjalan jalan sembari menunggu esok.Di pertigaan jalan di Singapura
ia melihat seorang wanita berpakaian compang-camping.Ridho berniat
menghampirinya dan memberikannya sedikit uang.”Permisi bu, ini ada sedikit
rezeki buat ibu!”ucap Ridho sembari memgang bahu kanan ibu itu berharap dia mau
menoleh ke belakang,ke arahnya. Saat ibu itu menoleh, ia langsung memeluk Ridho
erat-erat.”Ridho!”ucap Ibu itu sembari menitihkan air matanya.”Ibu!”ya itu
adalah ibu ridho yang telah lama menghilang tanpa kabar di perantauannya. ”Ibu
mau pulang ke Indonesia tapi ibu sudah dibuang oleh majikan ibu dan tidak
memiliki uang untuk kembali menemui kamu,Nak. Ayah sama kakak kakak sehat saja
kan?”ujar Bu Aminah. ”Ayah sudah meninggal bu beliau tenggelam saat
melaut,”ucap Ridho kembali menitihkan air mata dan ibuya juga merasakan kesedihan
yang mendalam sepeti apa yang dialami putranya itu.”Ya sudah ibu ikut Ridho
pulang ke Indonesia,ya!”ajak Ridho sembari menarik tangan ibu nya menuju
mobil.Namun tiba-tiba ibu nya mengenhtikan langkahnya.”Tidak Nak,ibu malu utnuk
pulang!”ucap Bu Aminah.”Ayolah bu,buat apa malu.Disana ibu bisa mengurus Ridho
dan kakak kakak kan,”ujar Ridho.Ibu nya hanya menganggukkan kepala dan
menunujukkan raut wajah bahagia.
Hari demi hari setiap perlombaan ia lalui bersama
dampingan ibunya.Ia lalui bersama semangat dan doa dari ibunya. Hingga akhirnya
mereka hidup bahagia di tanah air bersama sama.
Kampak,13 Mei 2018
Fitriana Nurochmatul
Hidayah
Like it
ReplyDelete